Senin, 30 November 2015

Jakarta Timur Jadi Rebutan Pengembang

Jakarta Timur baru-baru ini disebut-sebut sebagai lokasi yang strategis dan cocok serta bakalan jadi rebutan para pengembang properti, terutama pengembang superblok.
Ketua Kehormatan REI Lukman Purnomosidi menuturkan, Jakarta sangat membutuhkan  area CBD baru dan Jakarta Timur berpotensi mengisi kebutuhan mengingat ruang yang masih memungkinkan untuk pengembangan.
“Dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta, pembangunan kawasan bisnis terfokus pada area-area tertentu, sehingga terlihat menumpuk di satu lokasi. Padahal, di Jakarta masih terdapat area-area lain yang bisa dikembangkan untuk pusat perbelanjaan dan apartemen. Secara makro, kawasan Jakarta Timur memiliki potensi besar menjadi pusat CBD baru,” urai Lukman di Jakarta.
Selain CBD, Jakarta Timur bisa mengurangi beban di lokasi di Jakarta yang sudah terlalu padat dengan pusat perbelanjaan dan hunian. 
Pembangunan moda transportasi publik yang membaik akan mempercepat proses pertumbuhan kawasan Jakarta Timur itu ke depannya. 
"Khususnya jika dikaitkan dengan masa depan Jakarta. Ini perlu agar gap antara timur dan barat bisa terkejar, karena keduanya sangat timpang saat ini. Ketidakmerataan antara timur dan barat ini adalah masalah bagi Jakarta," ujar Lukman 
Salah satu contohnya adalah proyek  MT Haryono. Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan MT Haryono mulai diramaikan properti vertikal, baik hunian maupun komersial.
Lukman mengatakan, sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan pengembangan wilayah Jakarta Timur. Upaya itu bisa dilakukan dengan menyiapkan infrastruktur wilayah dengan cukup serta insentif bagi pengembang yang mengembangkan kawasan ini.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Hari Ganie, Ketua Bidang Perkotaan dan Permukiman Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP). Menurut dia, apa yang terlihat saat ini memang sejalan dengan rancangan induk Jabodetabek.
"Sekarang ini cenderungnye ke timur. Ke depan beban luar biasa berat itu akan ada di timur Jakarta," kata Ganie.
Untuk itulah, lanjut dia, Jakarta tak perlu berpikir bahwa semua bebannya ada di sana. Beban-beban tersebut kini sudah sebagian dipikul oleh daerah-daerah di sekitarnya, yaitu oleh Bodetabek dan Puncak serta Cianjur (Punjur).
"Jakarta itu hanya service base city. Industri sudah tak perlu lagi dipegang Jakarta, itu sudah harus dikeluarkan. Izin-izin yang habis harus distop dan dikeluarkan, tak boleh lagi di Jakarta" katanya.
Yang direncanakan tidak dibangun, namun yang dibangun itu justru yang tidak direncanakan. Itulah wajah tata ruang Jakarta saat ini. "Kita sepakat bahwa pengembangan properti 5 sampai 10 hektar itu lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya," ujar Hari Ganie.
Namun, pada kenyataannya, pembangunan proyek-proyek properti seperti itu malah tidak terkendali. Aturan tata ruang diacuhkan. "Dulu, urbanisasi tinggi diimbangi dengan transmigrasi. Sekarang, sejak pengembang Agung Podomoro mengampanyekan konsep back to city, semua ramai-ramai tinggal lagi di tengah kota," katanya.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Bambang Susanto dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Bambang mengatakan bahwa Jakarta semakin melar ke segala arah tanpa ada batasan.
"Ada yang lari ke pinggir, tapi banyak juga orang yang balik lagi ke tengah kota. Semua terjadi bersamaan. Inilah pentingnya patuh pada aturan tata ruang, pentingnya memprioritaskan infrastruktur," ujar Bambang.

Sumber: kontan, okezone

0 komentar:

Posting Komentar