Rabu, 29 April 2015

Rawabening, Rawabangke, Rawabunga: Dari Rawa Berbau Bangkai jadi Pusat Akik

Rawabening sekarang sedang naik daun dengan demam akik yang menyebar ke seluruh penjuru nusantara. Rawabening sekarang dikenal sebagai kampung akik. 
Padahal Rawabening adalah sebutan yang dulunya pernah identik dengan pusat hiburan malam sehingga warga lebih suka menyebut kampung ini dengan sebutan Rawa Bunga. Lihat saja kartu tanda penduduk warga sekitar yang masih memakai istilah Kelurahan Rawabunga, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. 
Konon asal nama sebenarnya bukanlah Rawa Bunga, melainkan Rawa Bangke
Dahulu di kawasan itu, terutama di daerah rawa-rawa, memang banyak tumbuh pohon Bunga Bangke (bunga Raflessia), sehingga daerahnya disebut Rawa Bangke.  
Zaenuddin HM, di dalam buku karyanya berjudul “212  Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe,” yang diterbitkan Ufuk Press pada Oktober 2012, menjelaskan nama Rawa Bangke itu akhirnya diganti.
Dijelaskan bahwa nama Rawa Bangke diganti karena orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut merasa malu jika ditanya di mana tempat tinggal mereka.
Sebab, kata Bangke dalam bahasa Indonesai berarti bangkai atau binatang yang sudah mati dan biasanya mengeluarkan bau busuk.
Warga merasa risih dan malu, tempat tinggalnya seolah-olah bau bangkai. Makanya kata Rawa Bangke kemudian diubah menjadi Rawa Bening. Akan tetapi, karena nama Rawa Bening saat itu identik dengan hiburan malam, maka diganti lagi menjadi Rawa Bunga sampai nama Rawa Bening kembali tenar bersama melejitnya popularitas pasar batu mulia Rawabening di dalam kampung. 
Tuturan sejarah versi lain menghubungkan nama Rawa Bangke dengan sejarah pendudukan Belanda. 
Pencerita sejarah Masjid Jami Al Anwar, Muhammad Rasyid menjelaskan dulunya banyak masyarakat pribumi yang dipekerjakan paksa oleh Belanda.
Banyak rawa di sekitar lokasi seketika diubah menjadi jalan dan rel kereta api. Kejamnya masa itu, membuat banyak korban yang berjatuhan, terutama di kawasan Jatinegara.
Banyaknya jenazah itulah yang menjadi nama Rawabangke muncul.
"Sejarah Rawabangke? Ada versi lama dan versi Belanda. Versi Belanda itu pada zaman itu sedang kerja rodi, membuka hutan dan rawa untuk membangun rel KA dan jalan," kata Rasyid sebagaimana dikutip Tribunjakarta.com  (20/4/2021).
"Banyak yang berguguran saat kerja rodi dan banyak yang meninggal begitu saja (memakan korban). Sehingga banyak mayat-mayat itu. Jadi banyaknya mayat itu yang buat di sini disebut Rawabangke. Itu sekitar tahun 1812-1840-an lah itu," tambahnya.
Kredit foto: kompas.com



1 komentar:

  1. Hebat ya bisa berganti nama jadi 3x gitu. Tapi nama-nama yg ada aneh aja dirasa

    BalasHapus