Jumat, 10 April 2015

Apakah mobil yang Anda parkir di jalan depan rumah Anda mengganggu tetangga?

Seorang warga perumahan lama menceritakan keprihatinan yang mungkin dialami oleh banyak warga yang hidup bersama dan bertetangga di komplek. Kata orang, kita bisa memilih rumah atau tempat tinggal yang kita sukai, tetapi kita tidak bisa memilih dengan siapa kita bertetangga. 

Pengalaman rekan dengan tetangga yang memiliki banyak mobil tapi tidak siap dengan mentalitasnya karena 'tidak peka' dan 'tidak peduli' dalam bertetangga mungkin pelajaran berharga buat semua. 

Kisahnya dikutip di bawah ini:
Saya tinggal di salah satu perumahan tua di Jakarta. Di depan rumah saya tinggal pejabat pemerintah yang punya 3 mobil, sedang garasinya cuma muat 1 mobil, jadi 2 mobilnya parkir di depan rumahnya. Karena lebar jalan umumnya cuma muat buat 2 mobil, jadi saya setiap mau masuk keluar mobil dari garasi rumah harus minta dia pindahin mobil. Kadang saya mesti panggil sampai berulang ulang kali baru mau dipindahin. Kalau saya mau keluar masuk di jam-jam subuh atau pagi keluarga ini belum bangun, saya bisa tunggu 1 jam baru bisa keluar atau masukkan mobil ke garasi rumah. Ini membuat saya merasa sangat tidak nyaman. Saya sudah omongkan secara kekeluargaan minta jangan parkir di depan rumah, tapi malah dia yang lebih galak karena dia pejabat pemerintah sedang saya cuma rakyat biasa. Lewat RT juga tidak ada hasil. Jadi, apa ada cara buat dia bisa tidak parkir di depan rumahnya lagi? Apa ada jalur hukum untuk melarang dia parkir di depan rumah? Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.
 Supaya  kita mengerti peraturannya dan juga melek hukum, ada baiknya menyimak tanggapan dari seorang ahli hukum yaitu Letezia Tobing, S.H. yang dikutip dari www.hukumonline.com. Jadi kita tahu bagaimana harus bersikap jika kita menghadapi permasalahan di atas.

Jawaban:
lt506bc9aa28ce7
Sebelumnya, kami perlu sampaikan bahwa di dalam konstitusi kita yakni dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 ditegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Jadi, Anda dan tetangga Anda yang pejabat pemerintah itu kedudukannya sama di dalam hukum, dan karenanya wajib saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing.
Mengenai jalan besar terkait rumah diatur dalam Pasal 671 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) yang mengatakan bahwa:
“Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan.”
Oleh karena itu, sudah menjadi hak Anda untuk mempergunakan jalan di depan rumah Anda dan apabila tetangga Anda ingin mempergunakan jalan tersebut untuk memarkir mobil-mobilnya yang memungkinkan membuat tetangga di sekitarnya tidak nyaman, seharusnya tetangga Anda meminta izin tetangga di sekitarnya.
Atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh perbuatan tetangga Anda, apabila cara kekeluargaan tidak berhasil, Anda dapat menggugat tetangga Anda secara perdata untuk meminta ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPer, yang berbunyi:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Dalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras dijelaskan antara lain bahwa Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya “KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku “Perbuatan Melawan Hukum” (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPer sebagai berikut:
  • Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
  • Perbuatan itu harus melawan hukum;
  • Ada kerugian;
  • Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
  • Ada kesalahan.
Yang termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum itu sendiri adalah perbuatan-perbuatan yang:
  1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
  2. Melanggar hak subjektif orang lain;
  3. Melanggar kaidah tata susila;
  4. Bertentangan dengan azas kepatutan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.
Dalam hal ini, tetangga Anda melanggar hak subjektif Anda sebagai pemilik rumah untuk dapat keluar dengan rumah dengan nyaman dan kapanpun Anda inginkan tanpa ada gangguan. Selain itu, tetangga Anda juga melanggar azas-azas kepatutan yang terdapat di masyarakat. Karena pada dasarnya dalam kehidupan bertetangga sudah menjadi hal yang lazim bahwa tidak boleh melakukan suatu perbuatan yang dapat merugikan tetangganya. Dalam hal ini, Anda merasa dirugikan dari segi waktu Anda yang terbuang karena harus menunggu tetangga Anda memindahkan mobil. Lebih lanjut mengenai hak subjektif seseorang, Anda dapat membaca dalam artikel Cerobong Asap, Hak dan Lingkungan.
Untuk dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum, perbuatan tetangga Anda harus memenuhi unsur-unsur perbuatan hukum di atas. Anda juga harus membuktikan adanya kerugian yang Anda derita akibat perbuatan tetangga Anda tersebut. Misalnya, Anda menjadi terlambat ke suatu tempat dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi Anda.
Sebagaimana diuraikan dalam artikel Bermasalah dengan Tetangga karena Tembok Batas Pekarangan, Rosa Agustina dalam buku “Perbuatan Melawan Hukum” (hal. 53) mengutip pendapat Mr. C. Assers’s L.E.H Rutten, menyatakan bahwa “schade” dalam Pasal 1365 KUHPer adalah kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum. Rosa menjelaskan bahwa tiap perbuatan melawan hukum tidak hanya mengakibatkan kerugian uang saja, tapi juga dapat menyebabkan kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan kesenangan hidup. Sebagaimana dalam putusan Hoge Raad tanggal 21 Maret 1943 dalam perkara W.P. Keruningen v. van Bessum cs. telah mempertimbangkan sebagai berikut (hal. 55):
“Dalam menilai kerugian yang dimaksudkan oleh pasal 1371 KUH Perdata harus juga dipertimbangkan kerugian yang bersifat idiil, sehingga Hakim adalah bebas untuk menentukan penggantian untuk kesedihan dan kesenangan hidup, yang sesungguhnya dapat diharapkan dinikmatinya (gederfdelevensvreugde)”.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:

0 komentar:

Posting Komentar