Kamis, 24 Agustus 2017

Belajar bangun taman dari Singapura

Bagi Singapura, taman adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga. Keterbatasan lahan dan ruang membuat pemerintah berpikir keras untuk memanfaatkan lahan dan ruang yang ada untuk memberi tempat untuk ruang terbuka hijau. 

Demikian sentralnya peran taman bagi Singapura, mendiang perdana menteri Singapura, Lee Kuan Yew pernah mengatakan bahwa kehadiran taman juga turut membangun identitas negeri singa ini. 

Lee menyadari bahwa Singapura tidak memiliki sumber daya alam dan sekedar membangun dengan derap langkah yang sama dengan negara lain di kawasan Asia tidak akan membuat Singapura menarik bagi investor manca negara untuk tinggal dan berbisnis. 


Karena itu, sebagaimana dikutip dalam memoirnya dari Negara Dunia Ketiga menjadi Negara Dunia Pertama, Lee menginginkan agar sepanjang jalan dari bandara hingga hotel dan menuju kantor perdana menteri, para investor hendaknya disuguhi dengan jajaran pepohonan hijau dan deretan bunga warna warni sedemikan rupa sehingga mereka menikmati “oasis hijau” dan mendapatkan kesan kuat bahwa warga Singapura sangatlah efisien, berdisiplin dan bisa dipercaya untuk menjadi tempat nyaman bagi para investor untuk berbisnis. Semua dilakukan tanpa banyak bicara. 

Negeri kota seluas 723 kilometer persegi hanya sedikit lebih luas dari kota Jakarta dengan 661 kilometer persegi, tidak puas hanya dengan memiliki kebun raya seluas 82 hektar peninggalan pemerintah kolonial Inggris. Konsep taman kota di tengah pemukiman sebagaimana taman kota di New York, Amerika Serikat, dianggap tidak memadai untuk hunian yang ramah taman. Oleh karena itu, dibangunlah taman-taman dari ukuran kecil hingga sedang. Taman tersebut tersebar di seluruh penjuru kota.  Begitu seriusnya urusan pertamanan ini hingga pembangunan taman serta pemeliharaan taman langsung diawasi langsung oleh Lee beserta petinggi pemerintah. 

Taman dibangun dengan memikirkan jenis pohon dan rerimbunan yang cocok bagi iklim tropis dan memberi tempat hidup bagi burung dan fauna lain. Setidaknya tercatat pada tahun ini, Singapura memiliki 1.5 juta pepohonan yang secara rutin tiga kali setahun diperiksa kesehatannya oleh tiga orang dokter pohon. 

Selanjutnya, taman-taman yang menjadi paru-paru warga kota dihubungkan dengan “jalur hijau” yang nyaman bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda. “Jalur hijau” itu menghubungkan antara taman yang satu dengan taman yang lainnya membentuk semacam jejaring taman. 

Mengingat taman sangat bergantung pada ketersediaan air, maka pemerintah Singapura juga mendesain agar sistem pengairan juga menunjang pemeliharaan taman. Oleh karena itu, sistem irigasi baru dibangun sesuai dengan jejaring taman yang ada. 

Masih tak cukup puas dengan taman dan jalur hijau penghubung taman dan kanal, pemerintah Singapura membangun pula jalur hijau layang sebagaimana bisa ditemui menghubungkan taman Mount Favre dengan taman Kent Ridge. Jalur hijau layang ini meliuk liuk di antara rerimbunan pohon-pohonan besar sekitar 12 meter hingga 30 meter di atas permukaan tanah. 

Obsesi untuk terus mendekatkan kehidupan warga dengan taman mengantar pada pembangunan beberapa bangunan pemukiman dan perkantoran yang dilengkapi dengan taman di bidang yang vertikal.  Bahkan beberapa bangunan tinggi benar-benar mendesain agar bangunan berbentuk serupa terasering yang di tiap tingkat memiliki berbagai jenis taman yang dihubungkan dengan jalur hijau tanpa putus. Maka bisa dibayangkan, pemilik gedung bisa menyelengarakan lomba lari dimana peserta bisa lari dari tingkat bawah hingga tingkat atas sambil menikmati taman meskipun jalur lari berada di dalam gedung. 

Singkatnya, pemikiran dan upaya untuk menghadirkan taman adalah urusan yang serius dikerjakan oleh pemerintah Singapura untuk menghadirkan hunian yang ramah lingkungan bagi warganya. Dan, kebijakan itu dilakukan secara konsisten selama bertahun-tahun. 


Bagaimana dengan Jakarta? Tentu banyak sekali pekerjaan rumah bagi warga Jakarta dan pemerintah kota agar dapat menikmati taman nan asri seperti warga negeri tetangga. 

Catatan:
Redaksi Jatinegara Indah berkesempatan mengunjungi Singapura sebagai bagian dari Asian Journalism Fellowship 2017, Lee Kuan Yew School of Public Policy pada National University of Singapore. Program disponsori oleh Temasek Foundation International. 


Laporan video kunjungan Redaksi Jatinegara Indah ke Singapore Botanic Gardens

0 komentar:

Posting Komentar