Kamis, 04 Mei 2017

Jatinegara Indah disebut-sebut dalam kasus penyelesaian ex aset buron BLBI

Nama Jatinegara Indah tiba-tiba disebut-sebut dalam pemberitaan baru-baru ini mengenai mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Chuck Suryosumpeno yang menggugat keputusan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam hal pencopotannya dari posisi Kajati Maluku. 

Jatinegara dikait-kaitkan dengan penyelesaian persoalan tanah ex-aset milik bankir almarhum Hendra Rahardja. Mantan bos Bank Harapan Sentosa ini meninggal di Australia dalam proses deportasi terkait kasus mega skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Demikian isi selengkapnya berita yang menyebut Jatinegara itu (lihat bagian yang digaris bawah).:

=================================
 

Upaya mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Chuck Suryosumpeno menggugat Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung HM Prasetyo Nomor: KEP-192/A/JA/12/2015 tanggal 2 Desember 2015 yang memberikan sanksi berat terhadap Chuck berupa pencopotan dari posisi Chuck sebagai Kajati Maluku kandas sudah. Mahkamah Agung menolak upaya kasasi yang diajukan Chuck.

"Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Chuck Suryosumpeno. Alasan pemohon kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Putusan Judex Facti sudah tepat dan benar dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapan hukum, " kata ketua majelis kasasi, hakim agung Irfan Fachruddin dengan anggota hakim agung Yosran dan hakim agung Is Sudaryono dalam berkas putusan kasasi sebagaimana dikutip dari website MA, Rabu (3/5).

Dalam putusan yang diketok pada 4 April 2017, majelis menyatakan tindakan Chuck melanggar Pasal 6 Ayat 2 huruf a dan b Peraturan Jaksa Agung Nomor 40/A/JA/12/2010 tentang SOP Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Wewenang Perdata dan TUN. Chuck selaku tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) telah mengambil langkah sendiri berupa perdamaian atas gugatan ahli waris Taufik Hidayat, tidak memberitahu kepada anggota tim JPN lainnya.

"Tindakan yang dilakukan, khususnya penetapan angka Rp 20 miliar sebagia hak negara, tidak terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pimpinan secara berjenjang serta tidak dilakukan ekspose," kata majelis membeberkan kesalahan Chuck.

Chuck dicopot dari posisinya sebagai Kepala Kajaksaan Maluku karena diduga melakukan pelanggaran ketika menangani kasus aset Hendra Rahardja. Chuck diduga menyalahi aturan dengan menjual aset milik Hendra Rahardja tanpa melalui proses pelelangan.

Atas tudingan itu, akhirnya Chuck dicopot oleh Kejagung HM Prasetyo pada Desember 2015. Chuck yang saat itu menjabat Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung dituding juga melakukan pelanggaran prosedur karena menyelesaikan aset Hendra tanpa melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan Kejaksaan Agung.

Namun Chuck bergeming. Tudingan yang dialamatkannya sempat dibantahnya, dia menilai tudingan tersebut tak beralasan. Bahkan dalam persidangan, Chuck juga mengajukan bukti berupa pernyataan mantan Kejagung Basrif Arief yang menyatakan tindakan Chuck saat menyelesaikan kasus tanah milik Hendra Rahardja telah mendapat persetujuan Jaksa Agung.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa tergugat memiliki kewenangan untuk menerbitkan objek sengketa. Atas dasar itu penerbitan objek sengketa berupa Surat Keputusan pemberhentian jabatan itu tidak terdapat cacat hukum dari sisi wewenang.

Mengacu pada aturannya, bahwa penggugat merupakan pegawai eselon II yang dijatuhi sanksi disiplin sesuai Pasal 7, Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010, sedangkan tergugat adalah pejabat kepegawaian pusat maka atas dasar Pasal 16 Ayat (1) huruf a PP Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) tergugat berwenang menerbitkan objek sengketa.

Sebelumnya kuasa hukum Chuck, Sandra Nangoy menyatakan ada kejanggalan dalam pertimbangan yang digunakan hakim saat memutuskan perkara kliennya tersebut. Menurutnya, pertimbangan yang dikemukakan hakim terdapat ketidakseimbangan sehingga menolak gugatannya.

Dia mencontohkan pada aspek prosedural soal pemanggilan klienya saat diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Menurutnya kliennya diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi bukan sebagai terperiksa. Hal itu diperkuat oleh keterangan ahli bahwa saksi tidak sama dengan terperiksa.

"Tapi hakim mengambil keterangan saksi tergugat bahwa saksi sama dengan terperiksa. Itu kan kurang seimbang," keluh Sandra.

Selain itu, Sandra juga menilai jangka waktu penjatuhan sanksi kepada Chuck sudah di luar prosedur formal. Dalam ketentuannya, penjatuhan sanksi itu dilakukan pada masa lima hari. Namun pertimbangan hakim juga tidak konsisten dengan prosedur formalnya.

"Laporan penjatuhan sanksi juga harus dilakukan dalam waktu lima hari setelah inspeksi kasus. Tapi ini sudah diterbitkan jauh (di luar jangka waktu 5 hari)," tuturnya.

Dia menegaskan, secara prosedural formal tentu ini harus ditaati saat menerbitkan objek sengketa. Namun dalam pertimbangan hakim, justru membolehkan pejabat yang bersangkutan melakukan diskresi dengan menerbitkan di luar waktu yang disyaratkan. "(Alasannya) itu boleh diskresi boleh lewat masa dari ketentuannya," tuturnya.
SANKSI BERAT - Kejaksaan Agung telah menjatuhnya sanksi berat terhadap mantan Kajati Maluku Chuck Suryosumpeno. Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) R Widyopramono menjelaskan, Chuck dikenai sanksi berat setelah 14 tim inspeksi menemukan pelanggaran yang dilakukan Chuck. Saat itu Chuck adalah Ketua Satuan Tugas Khusus (Satgassus) barang rampasan dan sitaan yang dibentuk Jaksa Agung Herdarman Supandji.

Sanksi berat itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. "SK ini sudah ditujukan ke Kajati Maluku dan sudah diterima oleh yang bersangkutan. Kenapa dijatuhi disiplin tingkat berat, ini alasannya ketika CSS bertindak sebagai Ketua Satgassus terdapat beberapa hal yang menyimpang," kata Widyo dalam keterangan pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (10/12).

Menurut Widyo, saat menjabat Ketua Satgassus, Chuck tidak melaksanakan tugas sesuai standard operating procedure (SOP). Ada sejumlah aset tanah di tiga tempat yang dinilai tidak dilakukan penyelesaian sesuai dengan aturan. Ada tiga tanah hamparan di Jatinegara, Cisarua dan Puri Kembangan.

Dalam kasus penyitaan di Jatinegara, kata Widyo, seharusnya begitu ditemukan barang sitaan harus dibentuk tim dan setelah dibentuk, tim melakukan lelang. Namun itu tidak dilakukan oleh Tim Satgassus.
Namun Chuck tak terima. Dia menggugat pencopotannya tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kalah di pengadilan tingkat pertama, Chuck masih melakukan upaya hukum lainnya.

Terkait tudingan pidana korupsinya penjualan aset, Chuck membantahnya. Kuasa hukumnya, Damian H Renjaan, mengatakan, tanah yang disita tidak ada kaitannya dengan Hendra karena tanah tersebut milik Taufik Hidayat.

Tanah yang dibayarkan sebesar Rp20 miliar milik Taufik bukan Hendra. Karena itu, kata Damian, tidak perlu ada pelelangan. Maka langkah perdamaian ditempuh yang termuat dalam akta van dading atas persetujuan Jaksa Agung.

Chuck menuding jika pemidanaan atas dirinya bentuk kriminalisasi. "Saya telah menyelesaikan persoalan tanah dengan senantiasa melakukan koordinasi baik via telpon atau melakukan diskusi face to face dengan Ketua Tim JPN, Pak Yohanis Tanak. Saya juga telah menyerahkan proposal perdamaian yang diajukan kuasa hukum dari ahli waris Taufik Hidayat kepada Jaksa Agung Basrief Arief yang kemudian menyetujui butir-butir proposal perdamaian. Silakan cek ke Pak Yohanis dan Pak Basrief," kata Chuck beberapa waktu lalu dalam keterangannya kepada media.

Soal tanah seluas 45 hektare di Puri Kembangan, tanah tersebut pada 2004 telah dicabut status sita eksekusinya oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Saat itu Kejari Jakarta Pusat adalah Salman Maryadi. Karena dicabut. Status tanah tersebut telah kembali pada pemilik sebelumnya, Taufik Hidayat.

"Tentang uang Rp20 miliar, saya tegaskan itu bukan uang pengganti dari tanah seluas 45 hektare di Puri Kembangan, melainkan konversi dari Rp5 miliar dari pribadi Taufik kepada Hendra Raharja," jelas Chuck.

Soal tudingan membiarkan anak buahnya, Ngalimun, dalam penyelesaian barang rampasan di Jatinegara Indah seluas 7,8 hektare yang hanya mendapat penerimaan sebesar Rp2 miliar dari transaksi Rp6 miliar. Penanganan aset tanah tersebut merupakan hasil penelusuran aset (asset tracing) tim Satgassus dan bukan berstatus barang rampasan atau barang sitaan. Tanah tersebut milik Sri Wasihastuti, istri Hendra Raharja, yang dijual pada Ardi Kusuma dengan harga Rp12 miliar.

Hanya saja, Ardi baru membayar Rp6 miliar. Karenanya Ardi masih harus membayar Rp6 miliar sebagai utang. Rp6 miliar inilah yang kemudian disepakati Ardi dengan Satgassus untuk dibayar secara mencicil sebanyak tiga kali dan dibayar langsung ke kas negara. Dari sisa Rp6 miliar tersebut, Ardi baru membayar Rp2 miliar dan menyisakan Rp4 miliar. Atas dasar tersebut belum ada kerugian negara dan PPA dapat menagih kekurangan pembayaran pada Ardi.

Chuck juga membantah tidak mengontrol anak buahnya Ngalimun dalam menyelesaikan dua aset di Jatinegara dan Cisarua. Chuck mengaku telah berkoordinasi dengan Ngalimun dan jaksa Satgassus lainnya. "Tidak benar saya melakukan pembiaran atau tidak mengontrol Ngalimun. Yang benar adalah Tim Pemeriksa di Pengawasan yang tidak terlalu paham perbedaan barang rampasan, sitaan atau hasil penelusuran aset, apalagi berbagai prosedur pemulihan aset. Tidak ada satu sen pun uang negara yang masuk ke kantong pribadi saya," kata Chuck.


sumber: gresnews.com

0 komentar:

Posting Komentar